Saturday, December 24, 2011

Ketika Bola, Tiket dan Calo Terasa Begitu Menegangkan (Perjalanan 1)

Jika anda menanyakan apakah tahun ini terasa berkesan untuk saya? Jawabannya adalah iya. Apakah tahun 2011 menjadi tahun yang penuh makna untuk saya? Jawabannya adalah iya. Tentunya saya juga berharap anda menjawab semua pertanyaan di atas dengan jawaban yang sama. Dengan penuh antusias. Seantusias bayi yang menanti tahun terbarunya di depan. Sepenasaran seorang petualang atas jalan yang belum pernah dilalui siapapun. Sebersemangat seorang anak yang akan memasuki tahun ajaran sekolah untuk pertama kalinya.

Oke, cukup basa-basinya. Karena tujuan tulisan ini sebenarnya bukan untuk melakukan rekapitulasi semua perjalanan yang saya lakukan di tahun ini. Atau menceritakan mengenai semua pengalaman saya di tahun 2011. Saya rasa itu akan basi dan tidak terlalu terarah. Saya hanya ingin menyuguhkan dua perjalanan yang saya lakukan di bulan lalu. Bulan November.

Dua buah perjalanan yang mungkin bisa berguna untuk anda atau mungkin juga tidak sama sekali. Satu perjalanan pendek. Satu perjalanan panjang. Baiklah, mari kita mulai saja ceritanya dari perjalanan yang pendek.

Perjalanan Pendek yang Menegangkan

Saya berhadapan dengan lautan manusia. Mungkin ratusan, tidak saya pikir ada ribuan. Tapi kemudian saya ralat itu ada puluhan ribu. Senayan layaknya lautan manusia merah. Semua memakai pakaian berwarna merah. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ini Indonesia melawan Malaysia Bung, siapa yang tidak mau melihat ini. Tiba-tiba saya merasa tidak nyaman. Ini pengalaman pertama saya menonton bola di Senayan. Walaupun saya bukanlah pecinta bola, tapi atas nama pertemanan maka saya ikut ajakan teman untuk menonton.

Orang dengan atau tanpa tiket berhamburan di sekitar Senayan. Beberapa berusaha menawar tiket yang dijual para calo sialan itu. Tapi sekeras apapun para calon penonton itu menawar, si Calo tau dia punya bargaining power yang lebih besar dan dengan angkuhnya menolak. Layaknya putri cantik yang menolak pinangan berbagai macam pangeran... #eh?!?. Tiket untuk tribun bisa melonjak harganya bisa sudah berada di tangan para calo ini. Bisa dua hingga tiga kali lipat. Gila!

Tak jauh dari gerbang bagian dalam para pencari rejeki lainnya siap menunggu dan menangkap para pembeli potensial. Para remaja tanggung hingga Bapak-bapak yang rela membeli atribut –atribut untuk menonton bola. Mulai dari stiker, topi bola, slayer bertuliskan indonesia, dan benda-benda berwarna merah-putih lainnya. Gila saya pikir,harga yang ditawarkan diatas rata-rata. Dan dengan banyaknya penonton yang datang mungkin lebih dari separuh dagangannya habis malam ini. Saya sebagai bagian dari yang jenis yang kedua mau tidak mau ikutan membeli aksesoris yang tidak perlu itu. Ah, impulsif sekali saya ini.

Kemudian saya coba berjalan lebih dalam lagi. Sambil mencari Riry, Hanry dan Idha (bukan nama sebenarnya) yang dari tadi belum ketemu. Mencari mereka diantara lautan manusia seperti ini bukanlah hal yang mudah. Apalagi sound system panggung untuk hiburan dipasang di sekitar gerbang stadion. Suara dari hape tidak terdengar. Sinyal buruk karena ribuan orang juga sedang menggunakan telepon di waktu yang bersamaan. Maka lengkaplah saya menjadi anak ilang. Saya coba mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tapi ternyata malam ini semua oksigen sudah disedot lautan manusia ini, belum lagi para pohon yang diam-diam mengambil oksigen untuk bernapas. Tidak ini tidak akan bisa berhasil. Sampai kemudian…

SMS:
Di mana lo ge? Gw di depan pintu 13..
Ah, akhirnya, pikir saya dalam hati.
Ok, gw ke sana.

Saat itu orang sudah semakin berkurang karena sebagian besar sudah memasuki stadion. Tapi tetap saja di bagian luar stadion masih ramai sekali.

“Udah dapet tiketnya?” tanyaku ke Hanry penasaran.
“Udah”, jawab Hanry singkat sambil berjalan menuju Riry. “Adanya VIP seharga 250 ribu, gimana?” Tanyanya sambil cemas. “ Ya udah, toh ga ada pilihan lain dan kita udah tanggung sampe sini”, jawabku memberi keputusan. Akhirnya kami pun mendekati calo yang katanya punya tiket VIP itu.

Si Calo Profesional
Saat itu saya baru mengetahui kalau ternyata si calo tidak mempunyai tiket untuk masuk. Padahal pintu masuk stadion yang terbuat dari teralis itu dijagai lebih dari empat orang personel polisi dan brimob. Bagaimana mungkin kita bisa masuk tanpa tiket, pikir saya dalam hati. Selain itu, ternyata masih ada belasan orang yang berdesakan di depan pintu untuk masuk, tapi tanpa tiket. Tentu saja para pengaman itu menjagai dengan pintu dengan sistem buka tutup. Tapi si calo meyakinkan mereka bisa memasukan kami bertiga dengan cara menyelusupkan kami ke temannya yang sudah dari tadi berdesakan di depan pintu masuk. Entah kenapa, tapi saya masih kurang yakin dengan dengan si calo. Bisa saja saat kami menyerahkan uang 750 ribu tersebut kemudian si calo pergi entah kemana dan kami bertiga tidak bisa melewati pintu masuk tersebut. Menghilang diantara lautan manusia tentunya bukanlah hal yang sulit. Tidak, saya tidak bisa terima kalau sampai terjadi seperti itu.

Akhirnya saya membuat kesepakatan dengan si calo, untuk membuktikan kata-kata mereka maka saya mau mengatakan kepada mereka supaya Riry dan Hanry masuk terlebih dahulu. Sedangkan saya masih menunggu di luar sambil memegang uang. Nanti kalau mereka berdua bisa masuk ke dalam tanpa ada masalah maka saya akan berikan uangnya. Benar saja, Riry dan Hanry bisa melewati pintu masuk dan petugas tiket dengan mudah. Lalu lari menjauhi pintu sambil memberi tanda ke saya kalau mereka sudah berhasil. Dinding kecurigaan saya runtuh saat itu juga. Rupanya si calo profesional. Dengan berat hati saya menyerahkan 750 ribu yang sebelumnya kami kumpulkan. Kemudian si calo memberikan tiket kepada saya. Dasar sayanya yang tidak suka bola dan tidak perah nonton di Senayan, saya langsung terima saja tiketnya tanpa saya lihat terlebih dahulu.

Jam sudah menunjukan pukul 19.30 teriakan dan gemuruh Gelora Bung Karno sudah terdengar, pertanda pertandiangan telah dimulai. Saya yang masih berusaha di pintu depan. Rasa ingin masuk pun semakin menggebu-gebu. Kali ini tidak ada orang yang membantu saya. Toh, saya punya tiketnya. Yang saya perlu perjuangkan adalah melewati pintu ini diantara desakan belasan orang yang juga ingin masuk. Pada saat saya sudah sampai di depan pintu, tiba-tiba petugas menutup pintunya dengan paksa. Alaaamaaak.. mati gw…

Saya bertanya dengan marah kepada si calo yang masih berkeliaran di situ, “Gimana nih Bang, saya ga bisa masuk nih”. Lalu dengan enteng si calo menjawab, “Tenang aja bang, nanti juga dibuka lagi”. Saya sudah siap menagih uang yang diberikan kalau sampai 10 menit pintunya masih belum terbuka. Tapi benar saja kata si calo, tak sampai lima menit pintunya terbuka kembali. Dengan sekuat tenaga saya mencoba untuk masuk, kali ini saya berhasil mendekati pintu hingga tinggal satu orang di depan saya, tapi si penjaga lagi-lagi mau menutup pintu. Akhirnya, saya berteriak, “Pak.. saya punya tiket.. saya punya tiket”. Untungnya salah satu petugas yang melihat dan menarik saya ke dalam meninggalkan belasan orang lainnya yang juga mencoba untuk masuk dan pintu pun di tutup kembali. Alhamdulillah..

Angin Syurga
Saya senang sekali bisa masuk, artinya kami jadi menonton bola setelah berusaha keras untuk masuk ke stadion. Baru saja saya mau jalan Mbak-mbak petugas pemeriksa tiket berkata, “Maaf mas, ini tiket kelas 2, pintuk masuknya sebelah sana kalau di sini kelas VIP”, katanya sambil menunjukan arah ke pintu yang letaknya agak jauh. Tiba-tiba saya langsung lemas, sudah susah payah berhasil masuk, tapi ternyata salah karcis. Ini si Mbak meminta saya keluar pintu kemudian masuk dari pintu di sisi lain stadion. Padahal mau keluar saja saya kebingunan karena satu-satunya jalan keluar sudah ditutup. Kalaupun terbuka maka saya harus berhadapan dengan orang-orang yang mau masuk. Ah, kepala saya jadi pusing dibuatnya. “Eh, iya ya Mbak?” jawab saya sekenanya. Tadinya saya berniat mengeluarkan pesona saya supaya si Mbak-mbak tersebut terkesima dan membolehkan saya masuk. Tetapi, berhubung si Mbak sedang dalam keadaan emosi saya mengurungkan niat. Saya takut si Mbak malah muntah ke muka saya. -_-‘

Lantas kalau begini caranya mending batal saja nontonnya. Niatnya saya mau mengajak Riry dan Hanry, yang saat itu masih menunggu saya di tangga, untuk keluar lagi. Akhirnya saya berkata, “Oke Mbak, saya nunggu temen saya turun sebentar”.

Maksud hati mau manggil Riry dan Hanry untuk turun dan keluar, tapi entah bagaimana para petugas itu kemudian memalingkan wajahnya dari saya dan kembali mengurusi pintu yang kembali dibuka. Lalu dari sebelah saya ada seorang bapak yang menyuruh saya untuk masuk saja ke dalam. Rupanya bapak tersebut adalah teman si calo yang membawa Riry dan Hanry masuk ke dalam stadion tadi.

Melihat para petugas sedikit lengah saya berlari menuju Riry dan Hanry meninggalkan para petugas yang masih sibuk dengan pintu yang dijejali banyak orang. Sambil takut-takut saya terus berlari ke lantai dua. Dan mencari tempat duduk. Akhirnya, malam itu kami berhasil menonton bola di kelas VIP seharga 250 ribu. Horeeee….

Walaupun dalam hati terasa mengganjal, tapi saya mencoba untuk menikmati momen tersebut.

Janji hati
Setelah pertandingan selesai saya berjanji dalam hati bahwa lain kali akan membeli tiket dengan cara yang benar dan legal. Saat itu saya juga baru mengetahui bahwa Idha dan rombongannya gagal masuk ke dalam stadion sehingga mereka menonton bola melalui tv di FX. Rupanya ada banyak pengalaman yang tak terduga dari kejadian hari itu. Dan hikmah yang bisa di ambil dari pengalaman ini adalah…

“Dimana ada uang, disitu ada jalan”

Hikmah lainnya adalah

“Jika para petugas membelakangimu saat mereka tahu kau sedang bersalah, maka itu artinya mereka memperbolehkanmu untuk berlari meninggalkan mereka”

1 comment:

Unknown said...

Aku harus bersaksi tentang perbuatan baik dari Ibu Amanda Amanda Badan Kredit. Saya Husnah dan saya mengambil waktu saya keluar untuk bersaksi Ibu Amanda karena dia akhirnya menawarkan apa yang tidak ada orang lain bisa.
Saya dan suami saya masuk ke utang yang sangat besar dengan debitur dan Bank dan kami mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman yang berbeda tetapi semua datang ke sia-sia. sebaliknya mereka membawa kita ke dalam lebih banyak utang dan berakhir meninggalkan kami bangkrut sampai saya datang di kontak dengan Ibu Amanda, Dia menawarkan saya pinjaman meskipun pada awalnya saya takut itu akan berakhir seperti setiap perusahaan pinjaman lain saya datang di tapi dia tidak seperti mereka. Sekarang kita telah akhirnya menetap utang kami dan memulai bisnis baru dengan uang yang tersisa dari pinjaman.
Hubungi Ibu Amanda melalui salah satu email berikut. amandaloan@qualityservice.com atau amandaloanfirm@cash4u.com atau Anda dapat menghubungi saya melalui email saya untuk arahan lebih lanjut ikmahusnah@gmail.com