Monday, March 7, 2011

No KTP, No Problemo

Saya memandangi pelabuhan Gilimanuk yang semakin mendekat dengan kegelisahan. Ini merupakan detik-detik penentu dari perjalanan kami. Saya dan Pamong tentu saja tidak ingin perjalanan ini menjadi gagal hanya karena saya tidak bisa melewati pos penjagaan yang mengharuskan penumpang memperlihatkan KTP sebagai identitas yang diakui. Apalagi tiket pesawat yang harganya di atas rata-rata itu sudah kami pesan. Ini gila, tapi saya hanya bisa berdoa. Keringat sebesar biji jangungpun terlihat menyelimuti kulit saya. Ditambah baju seragam yang saya pakai terlalu ketat dan tebal. Sangat tidak nyaman.

It’s not the destination, but the journey…

Berulangkali saya pahami kalimat tersebut dari bukunya Trinity. Setelah saya pikir, ternyata memang benar yang seperti itu. Saya merasakan selama pengalaman naik gunung bukan keindahan pemandangan, sunset, sunrise, atau pemandangan lainnya yang saya rindukan. Melainkan kesenangan menerima pengalaman-pengalaman baru, unik, dan mendebarkan bersama teman-teman di perjalanan.

Kini setelah beberapa lama saya pensiun dari naik gunung, saya kembali melakukan perjalanan dengan bujet seorang backpacker. Tujuannya kali ini adalah tempat yang saya idamkan dari dulu. Sebuah tempat yang terkenal hingga ke penjuru dunia, yaitu Bali. Pulaunya pariwisata.

Perjalanan dimulai

Akhirnya kami berada di bus Pahala Kencana yang selama 30 jam kedepan akan mengantarkan kami (saya ama pamong) ke terminal Ubung di Denpasar. Ya, benar sekali 30 jam lama perjalanan kami. Bisa dibayangkan betapa mati rasanya, maaf, pantat ini. Ini seperti hidup di trailer dalam perjalanan yang entah kapan berakhir. Tidur bukanlah solusi, karena berkali-kali saya bangun, berkali-kali pula mendapati kenyataan bahwa saya masih berada di dalam bus yang sedang melaju kencang membalap setiap kendaraan didepannya. Tips jika menaiki bus untuk perjalanan jauh adalah selalu berdiri atau keluar dari bus saat berhenti. Bus biasanya berhenti di tempat kami makan atau kalau supir busnya sudah sangat mengantuk biasanya berhenti disembarang jalan. Maklumlah, perjalananan selama seharian penuh pastinya mengurangi konsentrasi supir, kalau tidak melakukan istirahat maka wassalam. Di perjalanan ini beruntung supir memilih berhenti di warung nasi kucing seharga Rp 1.200,- saja per bungkusnya.

Pemilihan bus ini sebenarnya merupakan buntut dari keputusan mendadak kami untuk menghabiskan long weekend di Bali. Sangat mendadak sampai kami hanya mampu membeli tiket pesawat untuk pulangnya saja. Saya pikir daripada kami menghabiskan uang untuk tiket pesawat lebih baik kami habisnya untuk watersport di sana. Jadi, kami pun rela menggunakan bus sebagai alat transportasi kami menuju Bali. Makanya lain kali kalo kalian mau melakukan liburan, jangan mendadak dalam membuat keputusan. Bahkan kalo bisa cari transportasi yang memberikan promo paling yahud.

Tuhan rupanya ingin memberikan pengalaman yang menarik bagi saya. Dia memberikan masalah-masalah kecil yang harus saya taklukan di perjalanan ini. Tapi, saya sangat bersyukur dengan masalah yang diberikan,karena dari situlah kenangan terbaik bisa diambil.

Pagi itu bus menuju SPBU untuk mengisi bensin. Saya yang sejak malam sudah menahan untuk pipis langsung senang sembari mengambil ancang-ancang agar bisa segera turun dan melepas hajat. Jujur saya sangat tidak nyaman dengan toilet di bus, selain sempit, goyangan bus bisa saja membuat cipratan-cipratan yang tidak diinginkan ke pakaian saya. Alhasil, saya pun memuaskan keinginan untuk ke toilet saat bus mengisi bensin. Keluar dari toilet, saya adalah orang terakhir yang belum naik bus maka saya percepat langkah dan naik ke bis.

Awal Bencana

Saat itu kami sedang turun dari bus untuk sarapan ketika saya sadar bahwa dompet saya tidak berada pada tempatnya. Saya berpikir paling jatuh di sekitar kursi atau terselip di tas-tas yang lain. Maka dengan wajah tidak panik saya naik kembali ke atas bus untuk mencari dompet. Setelah dicari saya mulai merasa panik karena tidak menemukan dompet yang saya cari. Sebenarnya tidak hanya uang yang saya khawatirkan, tapi KTP lah yang paling berharga untuk saat ini. Tanpa KTP saya tidak bisa masuk Bali. Tanpa KTP perjalanan yang telah direncanakan hanya jadi impian. Saya pun terduduk lemas. Saya hampir tidak bisa menerima kenyataan ini. Sampai kemudian saya menceritakan masalah saya ke kenek bus untuk mendapatkan penyelesaian. Lalu sang kenek berkata, “Tenang aja, nanti kita bantuin kok”. Saya tidak mengerti bentuk bantuan itu sampai saya berada di atas ferry saat hendak merapat ke pelabuhan Gilimanuk.

Sebenarnya, kewajiban memperlihatkan KTP ini baru diterapkan setelah adanya kejadian Bom Bali sekitar diatas tahun 2000an. Apabila penumpang kedapatan tidak bisa memperlihatkan KTP atau identitas resmi saat di pelabuhan Gilimanuk, maka akan dideportasi ke Pelabuhan Ketapang.

Mengingat info tersebut, saya jadi khawatir mulai memikirkan beberapa kemungkinan untuk mengelabui petugas KTP di pelabuhan. Pertama, mungkin saya akan dimasukan ke dalam bagasi dan diam diantara barang-barang penumpang, tapi saya khawatir sang kenek lupa hingga saya baru bisa keluar di terminal Ubung (Denpasar) yang masih berjarak 3 jam perjalanan. Kedua, saya mungkin ditaruh di toilet bus ketika polisi memeriksa ke dalam bus, tapi yang ini bisa ketawan dengan mudah, kecuali saya kunci pintunya dari dalam.. hehe. Ketiga, saya terjun ke laut lalu berenang sampai ke pantai terdekat yang bukan merupakan bagian dari pelabuhan. Kalo yang ini terlalu ekstrim saya mending balik lagi deh ke Banyuwangi. Mungkin kalo bang Rhoma yang ditawarin pilihan yang terakhir ini dia jawab, “Ther..Lha..Lu…”.

Aku, Bis, dan Seragam

Akhirnya, saat yang mendebarkan datang juga. Hari penetuan mengenai bisa tidaknya perjalanan ini dilanjutkan. Saya sangat ketakutan dan gemetar. Beberapa saat sebelum kapal merapat ke pelabuhan saya mengingatkan si kenek mengenai masalah saya. Lalu si kenek ke bagian belakang bus dan datang sambil membawa baju. “Nanti kalo ditanya jawab aja kamu lirling, biasanya kita sih ga dimintai KTP, tenang aja ya”, kata si kenek sembari menyerahkan seragam bus Pahala Kencana. Gila, seumur-umur belom pernah jadi agen rahasia, sekarang saya disuruh jadi kenek palsu demi masuk Bali. Padahal penampilan udah keren begini… :P

Beberapa penumpang sempet ngetawain waktu saya berlagak seperti asisten kenek dengan seragam resmi. Ada juga yang memberikan semangat, pokoknya yang tahu masalah ini pasti memberikan dukungan moral.. sangat mengharukan.. T-T

Sampai di pos pemeriksaan, dengan keringat sebiji jagung (padahal atas saya angin AC-nya dingin gilak) saya berusaha berakting sebagai asisten kenek. Duduk disamping pak Sopir yang sedang bekerja. Saat pemeriksaan dimulai, ternyata penumpang diminta turun dari bus untuk melewati gerbang pemeriksaan. Saya dengan akting senatural mungkin mempersilahkan penumpang turun (kayanya ada bakat jadi kenek nih) tanpa ikutan turun. Kemudian ada polisi yang naik untuk memeriksa takut-takut ada penumpang yang belum turun. Sebenarnya biasa aja kalau saya ketemu polisi, tapi berhubung saya sedang merasa bersalah membuat muka polisi tersebut seperti curiga ketika melihat saya. Saya merasa seperti sudah ketawan.

Tapi, di kejadian yang terasa sangat lambat itu ternyata awak bus tidak ditanyai KTP.. Yiihaaa… Saya pun bisa melengang menuju Bali dengan napas lega. Selepas dari pelabuhan saya bersyukur tanpa henti. Dan tersenyum tanpa henti. Hampir aja disuruh berenang ke Gilimanuk karena ga ada KTP.. fiiuuh.. sedikit bangga mungkin karena telah berhasil mengelabui petugas pelabuhan dengan menyamar menjadi asisten kenek. Di lain pihak, jantung ini terus berdetak kencang sampai 15 menit setelahnya.

Beberapa penumpang terlihat senyum-senyum sambil melihat saya setelah itu. Mungkin dia jadi punya ide untuk nyelundupin saudaranya di lain kesempatan.. hehe.

**********************************

Intinya adalah hal-hal kecil yang seperti inilah yang akan menjadi kenangan dalam setiap perjalanan. Tujuan juga penting, tapi bukankah semua orang bisa menikmati tujuan, sedangkan pengalaman dalam perjalanan.. hanya anda yang merasakan..

Sejak saat itu saya mulai memperhatikan barang-barang penting saya supaya saat pulang tidak mengalami kesulitan lagi. Oh ya, sebenarnya saya masih punya satu masalah lagi yang terus berputar otak saya waktu itu. Bagaimana cara saya check-in di bandara Ngurah Rai untuk penerbangan ke Jakarta?

1 comment:

Unknown said...

Aku harus bersaksi tentang perbuatan baik dari Ibu Amanda Amanda Badan Kredit. Saya Husnah dan saya mengambil waktu saya keluar untuk bersaksi Ibu Amanda karena dia akhirnya menawarkan apa yang tidak ada orang lain bisa.
Saya dan suami saya masuk ke utang yang sangat besar dengan debitur dan Bank dan kami mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman yang berbeda tetapi semua datang ke sia-sia. sebaliknya mereka membawa kita ke dalam lebih banyak utang dan berakhir meninggalkan kami bangkrut sampai saya datang di kontak dengan Ibu Amanda, Dia menawarkan saya pinjaman meskipun pada awalnya saya takut itu akan berakhir seperti setiap perusahaan pinjaman lain saya datang di tapi dia tidak seperti mereka. Sekarang kita telah akhirnya menetap utang kami dan memulai bisnis baru dengan uang yang tersisa dari pinjaman.
Hubungi Ibu Amanda melalui salah satu email berikut. amandaloan@qualityservice.com atau amandaloanfirm@cash4u.com atau Anda dapat menghubungi saya melalui email saya untuk arahan lebih lanjut ikmahusnah@gmail.com